Cipto Junaedy

Petrus Soeganda

Bp. Cipto Junaedy adalah seorang Peraih Rekor Dunia MURI beliau juga Pakar Properti, Investor, dan Penulis buku Gramedia. Beliau juga mendapat predikat sebagai Pencipta & Penggagas Strategi Membeli Properti Tanpa Utang dari koran Media Indonesia. Saya banyak belajar dari beberapa tulisan beliau diantaranya dari link ini

Iya.. ini foto anak pertama saya,

yang diminta untuk dibunuh saat itu,

dibunuh dalam arti harfiah.

Ia sendiri tidak tahu jika sedang difoto. Ia pas sedang berdoa, khusuk, sampai keringatan; ya begitu jika ia sedang serius bercakap cakap denganNya. Jadi ia tidak tahu jika sedang difoto.

Yang moto teman kelasnya, lalu teman kelasnya ikut lomba foto dg modal foto tsb. Teman kelasnya menang, jadi juara 1 krn foto tsb. Anak saya gak ikut menang apa apa, wong ia cuman difoto aja tanpa ia tahu, tapi dia ya ikut gembira buat temannya. Iya nak, yang penting menang dalam doa dan di hadapanNya.

=========

Dulu saya pernah diminta untuk membunuh anak saya ini, secara harfiah.

Waktu itu masih dalam kandungan. Dokter yang menangani adalah dokter kandungan yang paling terkenal di kota tersebut.

Dokter itu mengatakan anak ini beratnya sangat kecil, lebih baik dibuang, dibunuh, tidak usah dipertahankan. Katanya daripada, daripada…

Tapi tentu saya tidak mau membunuh siapapun apalagi membunuh anak saya sendiri…

Jadi saya jalankan terus.

Kaget bukan kepalang saya, 2 bulan kemudian malah dokternya yang meninggal, dokternya sangat terkenal, meninggalnya sekitar 2 bulan setelah minta saya membunuh anak saya. Amit amit.

Saat kemudian kelahiran tiba, saya tunggu tunggu, ternyata memang bobotnya sangat kecil, padahal waktu kelahiran tidak prematur, tetap 9 bulan tapi ya memang sangat kecil. Memang nasihat dokter yang awal itu tidak salah dalam hal bobot anak, anak saya yang pertama ini lahirnya kecil sekali. 1,8 kg.

Tapi saya tidak ada putus harapan, padahal waktu itu mendapat kabar yang lebih tidak enak, yaitu saya menyaksikan dengan mata kepala saya sendiri yaitu bayi ini lahir dengan tidak menangis.

Orok jika baru lahir lalu tidak menangis, itu sungguh berbahaya, itu bukan kebanggaan, malah bahaya. Bayi itu kalau baru lahir harusnya menangis. Ini malah tidak menangis. Lalu bayi ini ditepokin oleh dokter, namun tetap tidak menangis. Sampai agak lebih lama lagi barulah mau menangis.

Kabar jelek itu seperti banyak keadaan kita hari hari ini. Kita semua di dunia saat saat ini banyak kabar tidak enak, kabar badai penyakit dan badai ekonomi.

Setelah itu, agak sorenya saat itu saya dapat kabar lagi yang lebih tidak enak. Yaitu bayi ini dikatakan harus cuci darah, sebab bilirubinnya sangat tinggi, hampir waktu itu 30. Padahal normalnya harus sekitar 9.

Lalu dokter mengatakan untuk menunggu sampai setengah hari berarti sampai besok pagi atau agak siangan, kalau masih bilirubinnya tinggi harus segera dicuci darah.

Kita ini mendengar kata cuci darah, untuk orang dewasa saja sudah ngeri. Apalagi kalau untuk bayi orok baru lahir.

Saya miris..
Tapi saya tidak mau menyimpan kuatir. Di hari apapun janganlah kita memelihara kuatir.

Hanya butuh 1 miligram rasa kuatir untuk menghalangi kemajuan hidup kita. Berdoa dan berusaha. Saya tidak mau tenggelam dalam kuatir.

Benar saja, esoknya ternyata waktu akan dicuci darah, dites ulang terlebih dulu, ternyata bilirubinnya sudah turun duluan banyak dari 30 menjadi 13.

13 memang masih di atas normal tapi sudah tidak perlu cuci darah. Saya bersyukur. Lalu bayi ini dimasukkan di inkubator, harus tinggal di rumah sakit hingga 3 minggu.

Sekarang anaknya tumbuh sehat, segar, baik, bertumbuh, juga pemikirannya banyak melampaui anak-anak sebayanya.

Saya senang karena saya memutuskan untuk tidak membunuh, tentu tidak ada dalam kamus saya untuk membunuh siapapun. Saya tidak menuruti dokter tsb untuk membunuh.

Tanpa kita sadar kita sering “membunuhi” diri sendiri dengan tenggelam dalam kekuatiran.

Tanpa kita sadari kita juga sering menjadi “pembunuh-pembunuh” diri kita sendiri,

banyak dari kita suka merasa hampa, stress, kalau modal habis

tabungan habis,

rekening cekak,

lalu mengatakan “Mati aku”,

ibarat nepok jidat sembari berkata “Mati aku, darah sudah tidak ada” (cashflow), lalu stress dan tenggelam dalam hutang.

Tentu tidak boleh ada orang di dunia ini yang menyarankan membunuh orang lain namun ternyata banyak orang yang juga tanpa sadar “membunuh” dirinya sendiri dengan mengatakan dirinya tidak mampu.

Oleh karena itu kita harus mengerti bahwa hidup kita diciptakan lebih besar dari Modal dan Tanpa Utang. Itu bukan tidak masuk akal, tapi ya akalnya saja yang belum masuk.

Jangan kita ini seakan-akan membunuh diri sendiri

dengan mengatakan “tidak mungkin utangku lunas tahun ini”

atau “mana mungkin aku bisa membeli rumah sejumlah anakku”

atau “bukan levelku kalau bisa beli properti 40 milyar”

Ingat tiap hidup kita Besar dan dicintai, kita diciptakan serupa dengan Gambar dan RupaNya.

Karena itu jangan menjadi sama dengan orang kebanyakan yg suka kuatir dan mengatakan tidak masuk akal. Jangan jadi serupa dengan mereka, janganlah jadi serupa dengan dunia, tapi berubahlah dengan pembaruan budimu. Budi artinya hikmat.

Kejarlah hikmat, sadari bahwa hidup kita besar dan dicintai. Jauh lebih besar dari masalah masalah kita, dari utang utang kita, hidup anda lebih besar bahkan dari 100 Milyar sekalipun.

Kejarlah hikmat. Nyetrum, Belajar. Ayo ketularan.

FB Page : Cipto Junaedy.

Insta @ciptojunaedyofficial

#Ciptojunaedy #Pemberirumahgratis

Tulisan ini banyak menginspirasi banyak orang. Termasuk saya juga mendapatkan manfaat dari tulisan tersebut.

Also Read

Leave a Comment